MENGGANTUNGKAN HARAPAN
- Rincian
- Diterbitkan hari Senin, 14 November 2011 00:00
- Ditulis oleh Susanto
- Dibaca: 12440 kali
Baca: Lukas 7:11-17
Ketika Tuhan melihat janda itu, tergeraklah hati-Nya oleh belas kasihan, lalu Ia berkata kepadanya, ”Jangan menangis!” (Lukas 7:13)
Bacaan Alkitab Setahun:
Kisah Para Rasul 11-14
Ketika suaminya meninggal, wanita ini bertekad menjanda untuk membesarkan anak tunggalnya. Ia berjuang melawan kerasnya hidup, termasuk cercaan serta cibiran tetangga yang mewaspadai para janda. Ia berpikir, ”Tak apalah aku susah sekarang. Sebentar lagi anakku dewasa, dan dialah harapan masa tuaku.” Namun mendadak, anak tunggalnya itu meninggal. Harapan hidupnya terampas seketika. Sampai ia harus bertanya, ”Untuk apa lagi aku hidup?” Di sepanjang jalan desa Nain menuju pemakaman, air matanya telah mengering. Meski orang-orang turut meratapi kepergian putranya, tak ada yang memahami kesedihannya karena kehilangan tempat menggantungkan hidup.
Ketika ia berpapasan dengan Yesus, kesedihan mencekik kerongkongannya. Ia tak lagi mampu mengucap, memohon pertolongan. Apakah hati sang Juru Selamat hanya tergerak jika diminta, dan jika ada iman kepada-Nya? Ketika hidupnya ”lumpuh”, sang Juru Selamat memahaminya. Dia peduli pada hati yang menjerit tanpa kata. Dengan penuh kasih Dia berkata: ”Jangan menangis.” Ucapan ini bukan sekadar penghiburan di kala duka. Sebab, Dia adalah Tuhan yang berkuasa atas maut dan kehidupan. Maka, dengan penuh kuasa Yesus berseru: ”Hai anak muda ... bangkitlah” (ayat 14). Yesus bukan hanya membangkitkan si anak muda, tetapi juga menghidupkan kembali harapan si janda.
Kepada siapa Anda menggantungkan harapan masa depan? Kepada pasangan hidup, anak-anak, harta, asuransi, atau yang lain? Ingatlah bahwa semua itu bisa mati dan habis. Maka, berharaplah kepada sumber kehidupan, yaitu Yesus, yang selalu mampu dan mau memedulikan kita —SST
TARUHLAH SEGALA HARAPAN HIDUP KITA
PADA DASAR YANG TEGUH DAN TAK TERGOYAHKAN